Dulu di era prakemerdekaan seseorang memperlihatkan rasa nasionalismenya dengan cara terjun ke medan perang, mengangkat sebilah bambu yang konon menjadi senjata mengusir para dedengkot kolonialisme. Di era sekarang, yakni pasca kemerdekaan, rasa nasionalisme ditunjukkan lewat berbagai cara. Nah, hal itulah yang juga diperlihatkan oleh para pemain keturunan di Timnas Indonesia. Walaupun tidak lahir, hidup, dan merasakan pahit getirnya tinggal di Indonesia, para pemain keturunan ini punya rasa nasionalisme yang sama sekali tidak layak diragukan. Seperti apa bentuknya?
Kita mulai dari Shinny Patinama. Pemain bernama lengkap Shinny Elianjay Patinama ini lahir di Leliist, Belanda. Ayahnya adalah orang Indonesia tulen yang lahir di Semarang.
Sejak mengambil sumpah WNI, Shiny berkalikali menunjukkan jiwa nasionalismenya. Dalam sebuah wawancara, Shiny juga pernah menegaskan bahwa dia tidak suka dengan isu pengkotakkotakkan antara pemain lokal dan pemain keturunan yang dinaturalisasi. Shane tidak terlalu nyaman dengan penyebutan itu. Ia lebih suka disebut dirinya sebagai orang Indonesia. Itu saja, walaupun beberapa pihak masih menyebutnya pemain asing.
Selain itu, di laga melawan Bahrain belum lama ini, Sunny Pattynama menunjukkan lagi rasa nasionalismenya. Usai laga, dimana Indonesia gagal mencuri 3 poin, saat seluruh pemain memprotes keputusan wasit, Shane tibatiba mendekati perwakilan Bahrain. Shane mengamuk dan nyaris menjotos perwakilan Bahrain tersebut, seakanakan ia preman dari Pulau Gadung. Banyak warganet bersimpati pada aksi Shane tersebut. Aksinya dianggap mewakili kekesalan seluruh masyarakat Indonesia terhadap hasil pertandingan yang tak adil.
Kalau Justin Hubner memang terkenal tantrum orangnya, apalagi yang menyangkut Timnas Indonesia. Dia beberapa kali protes apabila Timnas Indonesia dicurangi oleh wasit, seperti halnya di laga melawan Uzbekistan di Piala Asia U23 lalu. Hubner merasa kecewa dan marah terhadap wasit Saint Yinhau yang memimpin laga itu. Timnas Indonesia menurutnya dirugikan oleh keputusan wasit. Hal yang kurang lebih sama juga dilakukan Hubner saat Indonesia dikadalin wasit di laga melawan Bahrain pelumas lama ini.
Walaupun tidak ikut bermain, Hoppener meluapkan emosinya di akun media sosial pribadinya. Sikap Hoppener ini memperlihatkan bahwa dirinya begitu mencintai Indonesia. Tidak hanya marahmarah tatkala Timnas Indonesia dirugikan, bek tengil yang satu ini juga serius menghafalkan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Saat berlatih di markasnya, Wolverhampton Wanderers, pemuda yang dipanggil Juusa ini memutar lagu gubahan Wage Rudolf Supratman tersebut. Dengan khusyuk dan penuh khidmat, ia menyanyikan lagu kebangsaan di tempat latihan Wolves.
Rasa cinta terhadap tanah air dari Tom Hayley juga tak perlu diragukan lagi. Acap kali turun untuk Timnas Indonesia, Hayley selalu memberikan 100% kemampuannya. Bahkan nih, ketika jeda internasional, wajah Tom Hayl tampak lebih sumringah ketimbang bermain di Almery City. Pemain keturunan Solo tersebut sangat emosional ketika mencetak gol pertama untuk Timnas Indonesia. Hayl sepertinya tahu rumput GBK tak layak untuk selebrasi Nisklite.
Namun, karena sangat emosional, ia tak peduli akan hal itu. Jackson F Thiago, bekas pelatih Timnas Indonesia mengakui apa yang dilakukan HYBE termasuk rasa bangkai terhadap bangsa yang dibela. Saat mencetak satusatunya gol ke gawang Tiongkok, HYBE juga meluapkan rasa bangganya. Ia tampak begitu sentimentil. Luapan ekspresinya seakan keluar dari layar televisi.
Siapa pun kamu yang menyaksikan gol HYBE tersebut akan merasakan emosi yang sama, Butuh pengorbanan bagi seorang pemain keturunan untuk akhirnya memilih menjadi WNI. Salah satu pengorbanan itu ditunjukkan oleh bek timnas Indonesia, Jay Noah Itches. Pemain kelahiran Mirlo Belanda ini telah cukup lama berkiprah di Eropa. Saat menjadi WNI, ia mengorbankan status pemain Eropa dan menjadi pemain nonEropa. Ada banyak kerugian yang bisa diterima Jay sebagai pemain nonEropa yang bermain di Eropa.
Salah satunya soal pajak. Karena ia hanya memilih satu kewarganegaraan, yakni kewarganegaraan Indonesia, maka ia dikenai pajak warga nonUni Eropa. Selain pajak, menurut Arya Sinulingga, seperti dikutip Sindonews, gaji Jay Itses juga dipotong cukup tinggi mengingat dia bukan warga Uni Eropa. Pengorbanan yang dilakukan Bang Jay ini jelaslah sudah bukan sekadar urusan pribadi. Namun, ini untuk mewakili bangsa dan mengangkat harkat serta martabat Indonesia di kancah dunia.
Sandy Walsh memang lahir di Brussels, Belgia, tapi kecintaannya terhadap Indonesia tiada tara. Tekadnya untuk membela Indonesia sudah dipupuk sejak 2016 saat usianya masih 22 tahun. Sandy pernah digoda untuk membela timnas Irlandia, negerinya sang ayah. Namun sang pemain kukuh untuk membela Indonesia. Namun, membela timnas Indonesia tak semudah apa yang dibayangkan banyak orang.
Pada kenyataannya, Pak Kumis harus menunggu hingga sekira tujuh tahun. Coba bayangkan jika tak ada kecintaan terhadap Indonesia, mana mungkin Sandy mau menanti hingga tujuh tahun lamanya? Sandy begitu sabar. Ia terusmenerus menghubungi PSSI agar dinaturalisasi. PSSI sempat enggan hingga akhirnya pada tahun 2022 naturalisasi Sandy Walsh benarbenar diproses.
Sandy kemudian debut di Timnas Indonesia setahun setelah ia menjadi WNI, yakni pada tahun 2023. Apa yang seseorang memilih tim nasional yang kans untuk lolos ke Piala Dunia nya masih sebatas mimpi kalau bukan cinta. Begitulah kiranya yang boleh jadi dirasakan Mees Hilgers. Ia punya peluang untuk bergabung ke timnas Belanda tapi justru memilih timnas Indonesia. Robin van Percy pun terkejut dengan keputusan itu.
Hilgers mengaku darah Indonesia yang kental dalam dirinyalah yang mendorong untuk membela lambang Garuda di dada. Sang ibu, Linda Tombeng, adalah gadis kelahiran Manado, Sulawesi Utara. Ayahnya atau kakek Hilgers juga orang Indonesia. Namun bukan dari Manado, melainkan Ambon. Nenek Hilgers beda lagi, ia adalah perempuan kelahiran Jakarta.
Bisa dibilang hampir seluruh keluarga Hilgers adalah orang Indonesia. Tak ayal kalau Hilgers punya rasa nasionalisme yang tinggi. Hal itu misalnya dibuktikan ketika ia berlari ke pendukung yang membawa bendera merah putih di laga menghadapi Herenfin di era divisi. Ia lalu berfoto dengan bendera merah putih dengan lambang garuda tersebut. Nah, kalau ini boleh dibilang salah satu pemain keturunan favorit.
Permainannya di atas lapangan selalu konsisten, termasuk ketika Indonesia digilas Tiongkok di King dao. Ya, dia adalah Calvin Verdong. Pria keturunan MeulabohAC Aceh ini sangat antusias ketika menjalani proses naturalisasi. Saat ikut di sidang DPR terkait naturalisasinya, Verdong rela mengabaikan rasa lelahnya demi segera mendapatkan status WNI. Pada waktu itu, ia letih sedang mengalami jet lag dan gugup.
Akan tetapi, Verddong tetap hadir dan akhirnya bangga proses naturalisasinya disetujui. Menariknya, Verddong tidak hanya sekedar ingin memperoleh WNI. Di rapat Komisi I DPR RI, Verdong mengatakan akan memberikan yang terbaik untuk Indonesia dan menjadi contoh baik bagi anakanak mudanya. Oh, sebuah tekad yang adiluhung. Nama terakhir dalam daftar ini adalah Martin Pass.
Pemain beliverse Indonesia ini telah menunjukkan kecintaan yang luar biasa pada Indonesia. Ketika hendak dinaturalisasi pas getol mempelajari budaya dan bahasa Indonesia, ia bahkan kabarnya mengambil kursus bahasa Indonesia. Sandy Walsh turut membantunya agar lancar berbahasa Indonesia. Tidak hanya itu, pas ini juga ternyata doyan masak. Saat di FC Dallas, ia pernah memasak rendang dan soto ayam.
Makanan khas Indonesia itu kemudian diperkenalkan pas ke temantemannya di Amerika. Neneknya yang lahir di Kediri menjadi faktor kecintaan pas pada Indonesia. Sang nenek kebetulan memiliki kedekatan emosional pada Indonesia dan itulah yang membuat Martin Pass juga menaruh hormat kepada Indonesia. Itu tadi rasa nasionalisme yang ditunjukkan para pemain keturunan. Tentu masih banyak yang tidak terdaftar.
Menurut football lovers, kirakira selain mereka siapa lagi nih?