Rahasia Simone Inzaghi Kembalikan Martabat Inter Milan

oleh -13 Dilihat
oleh
Simone

Performa menawannya bersama Inter membuat Simone Inzaghi masuk ke jajaran pelatih top Eropa saat ini. Namun uniknya, saudara Filippo Inzaghi ini dengan segala prestasinya malah kurang mendapatkan sorotan jika dibandingkan pelatih asal Belanda dan Jerman. Bahkan, namanya jarang sekali dikaitkan dengan klubklub besar Eropa yang sedang mencari juru taktik anyar. Padahal pria kelahiran 1976 ini memiliki kemampuan yang sudah jarang dimiliki oleh para pelatih modern, sampaisampai Pep Guardiola sangat kagum kepadanya. Lantas, apa sih rahasia Simone Inzaghi menyulap Inter yang morakmarik sejak Jose Mourinho menjadi raksasa di Eropa lagi.

Tapi sebelum masuk ke pembahasan, kalian bisa terlebih dahulu menekan tombol subscribe dan nyalakan lonceng notifikasinya agar tak ketinggalan videovideo terbaru dari Starting 11 Story. Satu hal yang luput orang lihat dari Simone Inzaghi adalah kemahirannya memoles pemain. Diluar dari taktiknya yang dianggap cerdik, pemain adalah faktor pertama yang harus Simone selesaikan terlebih dahulu. Apakah dia memiliki pemain yang pas? Apakah pemainnya mau bermain untuknya?

Dan apakah pemainnya bisa bermain dengan skemanya? Merupakan persoalan yang Simone tuntaskan sejak awal. Kerendahan hatinya membuatnya mendapat tempat tersendiri di hati para pemain. Simone memang tak memiliki ambisi setinggi Antonio Conte, kharisma secerah Carlo Ancelotti, ataupun keberanian taktikal seperti Roberto de Zermi. Namun kesederhanaan Simone merupakan faktor yang membuatnya spesial.

Simone suka melatih karena ingin menunaikan citacitanya. Sejak menjadi pemain, Simone memang dikenal memiliki kepekaan taktikal yang baik. Bahkan sang Filippo Inzaghi mengakuinya. Untuk mendukung keberhasilan taktiknya, Simone tahu bahwa pemain adalah faktor paling penting yang ia butuhkan. Oleh karena itu, Simone menganggap kedekatannya dengan pemain merupakan faktor yang sangat penting.

Dia bukan pelatih diktator semacam Antonio Conte, namun dia adalah motivator ulung. Ya, mungkin berkat pengalaman, memotivasi dirinya dari bayangbayang sang kakak. Hasilnya, Simone berhasil menyulap banyak pemain biasabiasa saja mencapai top performanya. Bahkan sejak masih memegang Lazio, Simone sudah membuktikan kemahirannya memoles pemain. Ia berhasil mengubah Ciro Immobile yang awalnya hanya striker ratarata di Serie A menjadi mesin pencetak gol berbahaya.

Berkat polesan Simone, Immobile selalu berhasil mencetak lebih dari 18 gol per musim. Bahkan Immobile berhasil menjadi capokanoniere musim 201920. Ia berhasil mencetak 36 gol yang juga membuatnya menyamai rekor gol Gonzalo Higuain. Kasus lain bisa juga dilihat pada mercusuar Inter Francesco Asserby. Saat pertama kali ditangani Simone Inzaghi pada 2018, usia Acerbi sudah 31 tahun, usia yang tergolong uzur.

Namun siapa sangka, di usia seuz itu, Acerbi masih mampu mencapai top performanya, sampaisampai Erling Haaland Ngebet minta bertukar baju, sebab ia sudah dua kali merasakan seperti apa rasanya di Kantongi Acerby. Kurang ngeri apa coba pemain ini? Tak hanya dua pemain saja, di Inter, Simone berhasil memaksimalkan potensi Lautaro Martinez. Selama tiga musim bersama Simone, kawan Lionel Messi ini selalu konsisten mencetak lebih dari 20 gol. Torehan yang sebelumnya tak pernah dia capai, sampaisampai El Toro masuk sebagai kandidat Ballon d’Or 2024.

Mematikan bukan? Masih banyak nama lain yang berhasil dipoles oleh Simone Inzaghi, baik pemain yang usianya masih muda seperti Federico Dimarco dan Alessandro Bastoni hingga yang sudah uzur seperti Matteo Darmian dan Hendrik Macetarian. Mereka adalah bukti kemahiran Simone menyulap pemain biasa menjadi salah satu yang terbaik di posisinya. Simone Inzaghi datang ke Giuseppe Meazza mewarisi tim yang mengalami turbulensi setelah ditinggal Antonio Conte. Turbulensi tak hanya terjadi pada urusan mental, namun juga di level taktikal.

Simone datang setelah Inter kehilangan pilarpilar terbaiknya di era Conte. Kepergian Mauro Icardi, Achraf Hakimi, Ivan Perisic, hingga Raja Nainggolan cukup untuk membuat pemain Inter goyang. Diikuti dengan kepergian Christian Eriksen dan Romelu Lukaku, Simone benarbenar dituntut untuk membangun ulang Inter dari kekacauan yang terjadi semenjak Conte pergi. Inter yang sebelumnya memiliki winger dengan kemampuan Giring bola ciamik dalam diri Ivan Perisic dan Achraf Hakimi, disulap menjadi mesin gol yang tak menjadikan dribble sebagai tumpuannya. Inter adalah klub besar Eropa dengan catatan dribble yang minim.

The Athletic menyebutkan tiap pertandingan Inter yang memiliki rataan 11 dribble dan 229 gol. Ini berbanding jauh dari klub lain Bayer Leverkusen yang punya 214 dribble dan 256 gol per laga. Simone cerdik dalam memetakan kekuatan yang dimilikinya. Kalau nggak punya pemain yang jago menggiring bola, ya nggak usah lah main dribled dribble. Mungkin seperti itu yang ada di pikiran Simone.

Ia mengubah Inter menjadi klub yang bertumpu pada umpan. Oleh karena itu, ia berani membajak Hakan Calhanoglu dari AC Milan. Tak hanya mendatangkan Hakan untuk mendukung taktik umpan cepatnya, Simone juga mendatangkan pemainpemain yang mampu mendukung skemanya. Dari Hendrik Migranian hingga Francesco Acerbi ia datangkan semuanya demi skema sederhana, umpan cepat yang dapat meminimalisir hilangnya bola. Alhasil, permainan umpan Inter menjadi salah satu yang terbaik di Eropa saat ini.

Mereka mahir mengalirkan bola dari kaki ke kaki dengan sangat cepat, sampaisampai membuat lini belakang lawannya kelabakan. Skema jenius ini kemudian disempurnakan dengan dua orang striker di depan dan boom, remuk sudah gawang tim lawan. Kejeniusan Simone Inzaghi tersebut perlahan demi perlahan menuai hasilnya, mulai dari menaklukkan Juventus di final Copa Italia 20212022 hingga pada puncaknya menghajar AC Milan guna mengunci gelar scudetto ke Inter. Simone Inzaghi menahbiskan dirinya sebagai salah satu pelatih terbaik di Eropa. Selama tiga musim menjadi pelatih La Beneamata Mata, Simone telah memberikan enam trofi, yakni sebuah scudetto, dua Coppa Italia, dan tiga Supercoppa Italiana.

Simone memang sangat produktif. Setiap satu musimnya ia konsisten mendaratkan dua buah trofi, sesuatu yang berbanding terbalik dengan karier kepelatihan sang kakak, Filippo Inzaghi. Kejeniusan taktiknya ini pun diakui oleh para pelatih top. Pep Guardiola yang merasa kesulitan menghadapi Simone di final Champions League mengaku terkesima dengan apa yang disajikan oleh Inter. Mereka bermain sepak bola modern.

Mereka kuat secara fisik dan terlatih sangat baik taktik Simone Inzaghi. Mantan rekannya di Lazio, Diego Simeone juga memuji skema yang Simone pakai. Saat Atletico Madrid dan Inter bertemu di 16 besar Champions League 2023 2024, Diego merasa kesulitan untuk mengatasi serangan dan pertahanan Inter. Serangan balik khas Diego begitu saja oleh lini belakang Inter. Anak kasus Simone akhirnya memaksa Atletico ke adu penalti.

Sayang, Inter harus kalah atas aksi ciamik Jan Oblak. Namun meskipun namanya sudah dikenal di seantero Eropa, Simone Inzaghi sangat jarang namanya dikaitkan dengan tim besar. Hal ini sangat bertolak belakang dengan rekan senegaranya yang lain semacam Thiago Motta dan Roberto de Zerbi. Tapi satu hal yang pasti, Simone Inzaghi merupakan salah satu pelatih terbaik saat ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *